Foto: Niko Tokan |
Suksesnya sebuah turnamen sepak bola tentu tidak terlepas dari peran serta para penonton atau suporter. Melihat langsung sepak terjang suporter di Adonara, maka para suporter menurut hemat saya bisa dikategorikan dalam tiga jenis. Golongan pertama, suporter biasa. Golongan kedua, suporter fanatik dan terakhir suporter fanatik sempit. Ini dia gambaran singkatnya.
Golongan pertama adalah suporter biasa-biasa saja. Saya lebih cenderung menyebutnya penonton. Suporter sepak bola jenis ini memiki emosional yang tenang pada saat menonton sebuah pertandingan sepak bola. Mereka biasanya hanya datang lalu menyaksikan jalannya laga dengan apa adanya. Hal ini mungkin karena hoby atau sekedar mengikuti keramaian. Apapun hasil pertandingan tersebut bukanlah sebuah soal baginya.
Nilai positif bagi suporter kategori ini, mereka tidak memusingkan hasil laga tim yang diidolakannya. Apa pun yang terjadi tidak berpengaruh signifikan. Bangga sih boleh-boleh saja, tapi tidak berlebihan. Andaikata kecewa pun biasa-biasa saja.
Golongan berikutnya adalah suporter fanatik. Golongan yang ini beda ceritanya dengan golongan pertama tadi. Fanatismenya tinggi. Segala cara ditempuhnya setiap menyaksikan tim kesayangannya. Bersorak sorai, membawa properti jersey klub, mengecat atribut klub di sekujur tubuh hingga jingkrak-jingkrak tak karuan di tribun. Mereka tak segan melakukan hal-hal aneh saat menyaksikan team kebanggaannya memenangkan laga.
Sebaliknya jika timnya kalah, mereka akan mengutuk team yang tadi dibelanya. Bahkan kutukan pun ditujukan langsung ke individu pemain. Mereka tidak terima menyaksikan klub yang didukungnya kalah. Padahal kutukan ini tak ada untungnya sedikitpun! Melontar ucapan itu mudah. Tapi belum tentu suporter jenis ini cukup tangguh performanya jika ikut turun mengolah bola.
Parahnya, terkadang intimidasi ditujukan kepada pemain lawan atau tim yang membobol gawang team yang dibelanya. Hampir di semua turnamen di Flores timur khususnya di Adonara, pemain lawan yang membobol gawang tak jarang diumpat dan disumpah habis- habisan. Pencipta gol bahkan diharamkan untuk menginjakkan kaki ke kampung klub yang ia bobol gawangnya.
Memang, sepakbola tanpa supporter fanatik atau hooligans ibarat sayur kurang garam, berasa hambar. Suporter mewarnai tribu dengan panji-panji kebesaran, yel serta mars-mars juga jersey yang menandakan identitas tim yg di dukungnya. Kehadiran mereka terbukti ampuh memompa adrenalin pemain yang dalam kondisi tertekan. Tapi patut dicatat bahwa sebuah pertandingan tanpa kehadiran penonton pun tetap bisa berjalan. Sebaliknya, meski tribun disesaki supporter tetapi tanpa kehadiran pemain, dipastikan sepakbola tidak akan berjalan.
Adapun golongan suporter ketiga kita kenal dengan namanya suporter fanatik sempit. Perilaku suporter seperti ini biasanya anarkis dan sering terlibat kerusuhan. Mereka tidak mau terima tim kesayangannya kalah. Suporter kategori ini, bukannya datang dan menyanyikan yel - yel penyemangat untuk timnya, selama pertandingan malah hanya mengeluarkan kata - kata kotor berupa ejekan dan umpatan. Mereka bahkan memprovokasi pemain dalam lapangan untuk bertindak di luar fair play. Tindakan ini bagai memancing di air keruh.
Tidak heran jika perbuatan supporter seperti ini sangat merugikan team. Mayoritas team dengan suporter seperti ini menerima sanksi dari kepanitiaan sebuah turnamen atau organisasi yang menaungi sepak bola diwilayah setempat.
Dari tiga kategori di atas, di posisi manakah suporter team kita? Tim sepak bola kekinian harus memiliki suporter yang kompak atau solid di tribun lapangan. Mereka hendaknya terus menerus memompa semangat team, baik bersuara maupun gestur tubuh tertentu sebagai dukungan dari tribun. Harusnya kita memberikan atraksi yang menghibur sebagai energi ekstra positif untuk tim.
Suporter kita jangan ada tindakan anarkis dalam setiap kondisi, dalam arti begitu ada hal yang tidak disukai langsung dijadikan bahan kekerasan ketika team kesayangan sedang menelan kekalahan. Jangankan seorang anak kecil, seorang dewasa sekalipun akan terpancing emosinya jika team kebanggaannya diumpat dan dimaki-maki supporter lain. Padahal mungkin ia juga tahu sendiri bahwa rekan-rekan sesama supporternya pun sering melakukan umpatan kepada supporter lawan. Situasi ini membuat orang terprovokasi dan terpancing emosi di luar dan di dalam lapangan.
Hubungan suporter memang bagai dua sisi mata uang yang rumit. Contohnya seperti hubungan antara Aremania dan Bonex, Jakmania dan Viking Bobotoh. Antar mereka susah sekali akur. Semua mengganggap paling baik dan superior, padahal intinya sama saja, tidak ada yang benar-benar baik. Mereka sama-sama mudah terprovokasi. Hal ini sebenarnya bisa dipecahkan dan tidak menjadi rumit jika saling damai. Dimulai dari masing-masing kelompok suporter dengan tidak saling menghujat.
Kembali ke Adonara, ulah suporter seperti diatas menyebabkan banyak pemain lawan akhirnya terintimidasi. Hal tersebut juga bisa menjadi boomerang karena tidak sedikit team sulit mengembangkan permainan karena tuntutan supporter. Karena apa? Karena mengumpat itu mudah dari pada melakoninya.
Maaf jika ulasan ini menyinggung beberapa pihak. Dan ulasan ini tidak secara keseluruhan menampilkan wajah dan kondisi suporter kita. Namun perlu kita garis bawahi bahwa jati diri sebuah tim tidak terlepas dari ulah suporternya. Emosi yang meledak-ledak akan membuahkan petaka. Pun jika kita berburuk sangka kepada supporter yang bukan berasal dari daerah kita. Sungguh kerdil pemikiran ini, tidak mencerminkan prinsip dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung.[Kramano Pepak]